TUGAS
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR
(KANKER
RAHIM)
DISUSUN OLEH :
NAMA :
AGUSFIAN TINANGGAL
FITRIATY
HASNIA MINGGU
I NYOMAN SUARTAWAN
KRISNAWATI
SEMESTER : VII B
D.
PEMBINA : ERNI YUSNITA LALUSU, SKM.
M.Kes
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK
T.A. 2014/2015
1.
LATAR
BELAKANG
Kanker rahim adalah kanker yang
terjadi pada rahim uterus , suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu maasuk kearah rahim yang terletak antara (uterus) dengan liang
senggama (vagina). (yohanes R.1999). Kanker
rahim adalah kanker ginekologik yang biasanya tumbuh kearah luar dan kearah
dalam sehingga menimbulkan pembesaran rahim.(Derek,2002.68). Kanker rahim adalah tumor ganas yang
tumbuh didalam leher rahim (susternada.2007)
Kanker rahim disebabkan oleh virus HPV atau Human papiloma
Virus. Virus ini adalah jenis mikroorganisme dengan ukuran kecil yang menyerang
kulit lewat infeksi. Infeksi inilah yang pada akhirnya menumbuhkan kutil.
2.
JENIS
a. Ada 2 (dua) jenis kanker rahim, yaitu:
1) Kanker
selaput lendir (endometrial cancer)
2) Kanker
dari jaringan ikat rahim (sarcoma uteri)
Di
Amerika, kanker selaput lendir rahim merupakan kanker yang sering terjadi pada
alat kandungan. Kanker rahim jenis ini bermula tumbuh pada sel-sel dinding
dalam (selaput lendir) uterus. Pada sarcoma uteri, sel kanker mulai tumbuh pada
sel jaringan otot dan jaringan penyangga rahim. Sarcoma uterus merupaka
sebagian kecil dari kanker rahim.
b.
Tingkat
Dan Derajat Pertumbuhan Kanker Rahim
Stadium awal dibagi menjadi berbagai
tahapan:
1) Mulai dari karsinoma yang belum
tumbuh menyusut
2)
Karsinoma
in situ (CIS)
3)
Kanker
leher rahim interaepithelia (CIN)
Kebanyakan kanker rahim merupakan
sel gepeng yang terjadi dari epitel sebelah luar leher rahim adeno karsinom
lebih banyak muncul diakhir saluran leher rahim.jika suatu kanker berkembang
mudah terjadi luka karena radang akan menjadi borok yang mudah berdarah jika
disentuh seperti terjadi pada hubungan seksual (perdarahaan kontak).
Peluasan dan penyebaran
dilaporkan menurut system TNM
Stadium
1 : Kanker baru terdapat pada jaringan rahim
Stadium
2 : Kanker sudah meliputi rongga rahim dan leher rahim (serviks)
Stadium
3 : Kanker sudah menyebar di luar rahim (serviks)
Stadium
4 : Kanker sudah menyebar ke usus besar dan kandung kencing. Kemudian sudah menyebar ke
organ di luar ronggga panggul seperti rongga perut
dan organ lain yang lebih jauh seperti paru dan hati.
3. PATOFISIOLOGIS
Kanker rahim mencakup kanker rahim
dan kanker endometrium. Kanker rahim sering terjadi akibat suatu penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh infeksi galur-galur tertentu virus
papiloma manusia (HPV) . kanker rahim paling sering timbul pada wanita yang
memiliki banyak pasangan seksual atau yang pasangan seksualnya pernah memiliki
banyak seksual lain.wanita yang terinfeksi , yang oleh HPV pada masa remajanya
beresiko lebih besar mengidap kanker serviks mungkin berkaitan dengan tingginya
tingkatan pembelahan sel di serviks selama masa tersebut saat terpajan virus.
Karena lemampuan mukusa serviks untuk mengosentrasikan karsignogen yang
terdapat didalam asap rokok , maka merokok dianggap sebagai sebagai suatu
ko-faktor pembentukan kanker serviks,perubahan-perubahan pramaligna diserviks
biasanya mendahului kanker serviks beberapa tahun sebelumnya. Perubahan
pramsligns yang disebut dysplasia, dapat dideketsi dan ditentukan
stadiumnya dengan pemerikasan sitologi apusan serviks (smear papanicolaou atau
pap test).
Kanker endometrium adalah kanker
yang terbentuk di dalam endometrium yang merupakan lapisan dalam halus rahim
atau rahim. Rahim terletak di daerah panggul dan menyerupai bentuk sebuah
pepaya atau buah pir. 90% dari semua kanker rahim
yang terbentuk di endometrium. Kanker ini terutama mempengaruhi wanita yang
telah melewati menopause. Mayoritas kasus pada perempuan berusia 55-70 tahun.
Profesional medis
tidak tahu persis apa yang menyebabkan kanker endometrium, tetapi telah
dikaitkan dengan estrogen terlalu banyak, yang merupakan hormon wanita. Ini
adalah ovarium yang memproduksi estrogen, tetapi mereka juga memproduksi hormon
lain yang disebut progesteron yang membantu untuk menyeimbangkan estrogen.
Kedua hormon harus seimbang, tetapi jika terlalu banyak estrogen yang
diproduksi akan menyebabkan endometrium tumbuh, sehingga meningkatkan risiko
kanker endometrium.
Ada faktor lain yang meningkatkan kadar estrogen dan salah satunya
adalah obesitas. Jaringan lemak dalam tubuh juga memproduksi hormon estrogen.
Pola makan dengan asupan tinggi lemak hewani, termasuk daging, susu, dan unggas,
bersama dengan makanan olahan dan gula halus adalah nomor satu penyebab
obesitas. Makanan ini harus dihindari terutama oleh mereka yang beresiko.
Mereka yang
berisiko adalah wanita yang telah melalui menopause, tidak punya anak,
menderita diabetes, memiliki kanker payudara, atau sering mengkonsumsi makanan
dengan lemak tinggi.
Tanda pertama kanker endometrium adalah perdarahan atau bercak.
Pendarahan atau bercak mungkin tidak selalu hasil dari kanker, tetapi ide yang
baik untuk segera memeriksakan ke dokter agar diperiksa lebih detail lagi.
Gejala lain dari
kanker endometrium adalah penurunan berat badan, kelelahan, nyeri panggul,
kesulitan buang air kecil dan nyeri selama hubungan reksual.
Jika tertangkap
dalam tahap awal, kanker endometrium dapat disembuhkan, baik dengan obat
konvensional atau penyembuhan alami.
Pengobatan konvensional memerlukan operasi, yang dikenal sebagai
histerektomi. Sebuah histerektomi parsial adalah di mana hanya rahim akan
dihapus, dan histerektomi total di mana ovarium dan tuba akan dihapus juga.
Kanker rahim mempunyai periode
inkubasi bertahun-tahun selama itu sel-sel abnormal muncul terkadang
berkelompok dalam sarang-sarang sel atipsi ini juga dapat menghilang karena
mati dan diganti oleh sel-sel normal.pada stadium lanjut pemulihan spontan ini
sudah tidak memungkinkan lagi dan kelamaan berkembang suatu kanker dari
dalamnya.
4.
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko terkena
kanker rahim terutama berhubungan dengan banyaknya jumlah hormon estrogen
dinding rahim yang terkena. Seseorang yang memiliki faktor risiko bukan berarti
akan terkena kanker, sebaliknya tidak memiliki faktor risiko bukan berarti
bahwa Anda tidak akan terkena kanker. Berikut ini beberapa faktor risiko yang
dapat menyebabkan kanker rahim:
a.
Keturunan
Kemungkinan seorang wanita dari kanker Rahim berkembang
lebih tinggi jika kerabat dekat memiliki kanker Rahim, payudara, atau usus
besar. Para peneliti percaya bahwa perubahan genetik yang diwariskan rekening
untuk 10% dari kanker Rahim. Ini termasuk BRCA1 dan BRCA2 mutasi gen, yang berhubungan
dengan kanker payudara. Wanita dengan riwayat keluarga yang kuat harus
berbicara dengan dokter untuk melihat apakah lebih dekat tindak lanjut medis bisa membantu.
Beberapa kasus kanker
rahim disebabkan oleh perubahan gen tertentu, yang dapat meningkatkan risiko
terkena kanker rahim. Jika ada beberapa kerabat dekat dari keluarga yang
memiliki riwayat penyakit kanker usus, payudara atau rahim, maka ada
kemungkinan ada genetik diwariskan kepada generasi berikutnya. Kerabat dekat
dalam hal ini mencakup orangtua, anak, saudara dan saudari.
b.
Usia
Faktor risiko terkuat untuk kanker Rahim adalah
usia. Kemungkinan besar untuk berkembang setelah seorang wanita berjalan
melalui menopause. Kanker uterus terutama menyerang wanita
berusia 50 tahun keatas.
c. Obesitas
Wanita obesitas memiliki risiko terkena dan tingkat
kematian akibat kanker Rahim yang lebih tinggi, dibandingkan dengan wanita
non-obesitas. Para wanita obesitas tampaknya memiliki risiko terbesar. Kelebihan berat badan
merupakan salah satu faktor risiko yang dapat memicu kanker rahim. Setelah
menopause, lemak tubuh adalah sumber utama estrogen. Wanita yang kelebihan
berat badan mungkin memiliki tingkat estrogen yang tinggi. Satu dari tiga
kanker rahim dapat disebabkan oleh kelebihan berat badan. Beberapa bukti juga
menunjukkan bahwa fisik yang kurang aktif dapat meningkatkan risiko kanker
rahim.
d.
Faktor
Reproduksi dan seksual
Faktor reproduksi dan seksual untuk terjangkit kanekr serviks
meliputi penyakit menular seksual akibat Human Papiloma Virus, terutama tipe 16
dan 18 dan virus Herpes Simpleks(VHS), Human Immunodeficiency virus (HIV), usia
pada saat berhubungan seksual yang pertama kali di bawah umur 18 tahun, usia
pada saat kehamilan pertama (di bawah usia 20 tahun), jumlah kehamilan yang
tinggi lebih dari 5 terbukti meningkatkan resiko kaker serviks atau kanker
rahim, serta berhubungan dengan pria beresiko tinggi.
e.
Faktor Hormonal
Ketidakseimbangan
hormon estrogen dengan hormon lain, yang disebut progesteron, dapat
mempengaruhi risiko kanker rahim.
Sebelum menopause, ovarium memproduksi estrogen dan progesteron,
yang membantu untuk mengendalikan siklus bulanan atau haid. Pada masa ini telur
akan dilepaskan dari ovarium dan membuat dinding rahim tumbuh lebih tebal untuk
mempersiapkan kehamilan.
Bila tidak terjadi pembuahan maka lapisan akan datang pergi
setiap bulannya. Setelah menopause, ovarium tidak lagi memproduksi hormon,
namun wanita masih menghasilkan beberapa estrogen dalam lemak tubuh mereka.
Saat estrogen terlalu banyak tanpa adanya progesteron untuk menyeimbangkan itu,
maka risiko kanker rahim pun meningkat.
f.
Merokok
Faktor
resiko ini mula-mula terlihat dari pengamatan adanya hubungan antara kanker
paru dengan kanker serviks uteri, sehingga timbul dugaan ada hubungan antara
merokok dengan kanker serviks uteri. Diperkirakan produk dari tembakau ini
diserap oleh selaput lendir saluran napas dan kemudian melalui aliran
darah sampai ke epitel serviks uteri. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya bahan seperti nikotin pada getah serviks uteri pada wanita perokok.
Bahan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen yang
telah ada mendorong pertumbuhan ke arah kanker (Halimun, 1990). Wanita
perokok beresiko 3-14 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok.
g.
Kebersihan
Genitalia
Pada
wanita yang jarang mandi atau kurang memperhatikan kebersihan genitalianya,
bakteri patogen di vagina akan bertambah sehingga kemungkinan timbulnya
penyakit menjadi lebih besar (Halimun, 1990).
h.
Umur
Pertama Kali Menikah
Penelitian
yang dilakukan oleh Achmad dkk (1985) mendapatkan
bahwa kanker serviks uteri stadium lanjut lebih banyak terjadi pada wanita yang
menikah lebih muda. Tambunan (1993) menggunakan variabel hubungan seksual pada
umur muda sebab yang menjadi resiko adalah hubungan seksual pada umur muda.
Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia 20 tahun dianggap
terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher
rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20
tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar
matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum.
Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit
bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita
berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada
usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini
berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda,
sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat
kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bias berubah
sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati
dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari
sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini
akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu
rentan terhadap perubahan.
i.
Sosioekonomi
Keadaan sosioekonomi yang rendah meningkatkan
resiko untuk terkena kanker serviks uteri (Kim, 1996). Keadaan sosioekonomi
yang rendah kemungkinan berkaitan dengan status gizi dan kekebalan tubuh.
Sosioekonomi berhubungan dengan tekanan ekonomi sehingga jatuh ke dunia
prostitusi, berhubungan dengan kebiasaan seksual, kebersihan genitalia, keadaan
gizi yang penting dalam pembentukan imunitas tubuh dan sebagainya. Selain itu
juga pendidikan merupakan variabel yang penting dalam sosioekonomi dan
pendidikan berpengaruh terhadap kebiasaan higieni (Halimun, 1996). Corral dkk (1996)
menyatakan bahwa pendidikan yang rendah merupakan salah satu factor resiko
untuk mendapatkan kanker serviks uteri. Hal ini juga dinyatakan oleh Kim (1996)
bahwa tingkat pendidikan yang rendah berhubungan secara signifikan dengan
kejadian kanker serviks uteri.
Asupan zat gizi yang baik akan meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa asupan zat gizi yang
rendah seperti vitamin C dan karoten serta
kemungkinan juga vitamin E dan folat berhubungan dengan
peningkatan resiko kanker serviks uteri (Hempling, 1996).
j.
Jumlah pasangan Seksual
Resiko
kanker serviks uteri dipengaruhi oleh jumlah pasangan seksual yang sering
ditunjukan dengan jumlah pernikahan, pisah atau perceraian. Tidak diragukan
bahwa jumlah pasangan seksual memiliki peranan penting dalam etiologi kanker
serviks uteri (Corral, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Achmad dkk (1995)
mendapatkan kanker serviks uteri stadiun lanjut lebih banyak pada wanita yang
menikah lebih dari dua kali.
k. Paritas
Kanker
serviks uteri sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan maka semakin besar mendapatkan kanker serviks uteri. Kategori
paritas sering belum ada keseragaman. Pada beberapa penelitian
mendapatkan bahwa wanita dengan anak lebih dari 4 akan mempunyai resiko lebih tinggi
untuk menderita kanker serviks uteri (Tambunan, 1993).
Semakin tinggi risiko pada wanita
dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari
berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak
anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker serviks.
Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka
tersebut akan memudahkan timbulnya Human
Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker
serviks.
l.
Penggunaan antiseptik.
Kebiasaan pencucian vagina dengan
menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi
di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
m.
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama
Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai
dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker
serviks 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker
serviks karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai
oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi
epidemiologis tentang hubungan antara kanker serviks dan penggunaan kontrasepsi
oral.
Metode kontrasepsi
oral merupakan faktor resiko untuk mendapatkan kanker serviks uteri. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang
akan meningkatkan resiko mendapatkan kanker serviks uteri. Sebaliknya,
kontrasepsi jenis kondom dan diafragama dapat memberikan perlindungan
(Corral, dkk1996).
Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap
risiko kanker serviks masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang
dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil
studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau
mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan
hubungan dengan nilai p > 0,05.
5. Penanggulangan/Pencegahan
Kanker Serviks Uteri
Penanggulangan kanker serviks uteri
dengan pencegahan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan kanker dapat
didefinisikan sebagai pengidentifikasian faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya kanker dan membuat sebab-sebab tersebut tidak efektif
dengan cara apapun (Sjamsuddin, 1998). Strategi kesehatan masyarakat dalam
mencegah kematian kerena kanker serviks uteri antara lain adalah dengan
pencegahan primer (menurunkan resiko) dan pencegahan sekunder (Skrining dan
penyediaan follow-up yang tepat).
a. Pencegahan
Primer
Pencegahan
primer adalah pencegahan sebelum terjadinya kanker. Pencegahan
primer merujuk pada kegiatan dan langkah yang dilakukan oleh setiap orang
untuk menghindarkan diri dari factor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya
kanker. Pencegahan pada tingkat ini menurunkan potensi untuk menurunkan angka
kematian. Seseorang yang mendapat pencegahan pada tingkat ini akan bebas
dari penderitaan, keutuhan keluarga tidak terganggu, produktivitas berjalan
terus, tidak memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi dan
perawatan lebih lanjut. Terdapat cukup bukti yang diperolehdari variasi
insidens kanker di berbagai golongan masyarakat, negara dan waktu yang
berkaitan, bahwa di banyak negara adalah mungkin untuk mencegah kanker sebanyak
80%. Dalam hal ini masyarakat perlu menerima dan melaksanakan perilaku sehat
yang berkaitan dengan upaya pencegahan kanker (Sjamsuddin, 1993).
Pola
hidup sehat dapat dilakukan dengan membiasakan atau menanamkan kebiasaan makan
makanan yang bergizi tinggi agar daya tahan tubuh tinggi, menghindari merokok,
perilaku seks yang sehat, menjaga kebersihan genetalia yang besar pengaruhnya
terhadap penurunan jumlah bakteri di dalam vagina, perhatian terhadap
kebersihan genitalia pria terutama yang tidak sunat, dan olah raga agar tetap
sehat (Sjamsuddin, 1998).
Vaksin kanker pada awal perkembangannya
dimulai dari lisan tumor sendiri, kemudian berkembang dengan sasaran tumor
associated antigen, yaitu molekul yang diekspresikan oleh tumor dan tidak
oleh sel normal. Selanjutnya digunakan peptida atau DNA sebagai antigen.
Antigen DNA biasanya lemah dan untuk memperkuat potensi imunogeniknya
dilakukan dengan dikembangkan suatu vaksin yang didasarkan pada mekanisme kerja
virus neuralising antibodi terhadap protein kapsid yang bersifat
mencegah terhadap infeksi HPV.
Imunodominant neutralising epitopes terlokalisasi
pada protein kapsid L1, yang kemudian bergabung menjadi suatu kapsid yang
kosong atau virus like particle yang secara bentuk dan antigenik sangat
identik dengan virion aslinya. Kemudian dengan bantuan teknologi yang canggih,
dikembangkan suatu HPV L1 VLP subunit vaksin. berbagai rekayasa. Vaksin dibuat
dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang
merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat
imunogenik kuat. Dengan diketahuinya infeksi HPV sebagai penyebab kanker
serviks, maka terbuka peluang untuk menciptakan vaksin dalam upaya pencegahan
kanker serviks. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1) Vaksin
pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung dari
infeksi HPV.
2) Vaksin
Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang terinfeksi
HPV dapat dimusnahkan.
b. Pencegahan
Sekunder
Pencegahan
kanker serviks uteri dilakukan dengan deteksi dini dan skrining kanker serviks
uteri yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus dini sehingga kemungkinan
penyembuhan dapat ditingkatkan. Pap smear merupakan upaya pendeteksian dini
kanker serviks uteri. Pap smear adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel
yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk
melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada sel tersebut. Perubahan sel-sel
leher rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan beberapa tindakan
pengobatan sebelum sel-sel tersebut berkembang menjadi kanker. Manfaat skrining
terbukti dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks uteri. Di
negara-negara Skandinavia yang sudah melakukan program skrining sejak
pertengahan tahun enam puluhan, angka kematian kanker serviks uteri turun
50-60% dalam periode 1965-1969 dan 1975-1978, sedangkan di Kanada insidens
turun dari 28,4 menjadi 6,9 per 100.000 wanita dan mortalitas turun dari 11,4
menjadi 3,3 per 100.000 wanita selama 20 tahun program skrining (Harahap,
1984).
Mendiagnosa kanker
rahim Tes pencitraan, seperti USG atau CT scan (terlihat di sini), dapat
membantu mengungkapkan massa Rahim. Tapi scan ini tidak dapat menentukan apakah
kelainan kanker. Jika dicurigai kanker, langkah berikutnya biasanya pembedahan
untuk mengangkat jaringan yang mencurigakan. Sampel tersebut kemudian dikirim
ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ini disebut biopsi. Kadang
sampel yang diambil
dengan jarum juga dapat digunakan untuk diagnosis.
c. Pencegahan
Tersier
Pencegahan
tersier bertujuan untuk mencegah komplikasi penyakit dan atau pengobatan
sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosa sudah ditegakkan. Tindakan
pengobatan kanker serviks uteri secara umum ada 3 macam, yaitu tindakan operasi
dengan pembedahan, radiasi dan kemoterapi.
1)
Operasi
Pada
karsinoma insitu dan kanker serviks uteri mikroinvasif, tumor dibuang dengan
cara konisasi, koagulasi atau histeroktomi. Operasi radikal merupakan pilihan
pada kanker serviks uteri yang masih operabel atau awal, yaitu kanker serviks
uteri invasif stadium I sampai stadium IIA ( Harahap, 1984).
Pengobatan yang dilakukan adalah dengan
melakukan operasi, antara lain:
a) Pengangkatan
rahim (histerektomi). Pengangkatan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa
kanker rahim menyebar ke ovarium dan saluran tuba falopii pada stadium awal
kanker. Dengan pengangkatan ovarium, produksi hormone estrogen menjadi
berhenti, sedangkan hormone estrogen berefek merangsang pertumbuhan sel kanker
rahim. Operasi melalui rongga perut lebih disenangi daripada operasi pembedahan
rahim melalui vagina, karena operasi pembedahan melalui perut bisa sekaligus
memeriksa rongga perut apakah kanker sudah menyebar ke kelenjar limfa perut atau
organ dalam rongga perut.
b) Operasi
digabung dengan obat kimiawi (kemoterapi) terutama pada kanker rahim stadium 3
dan stadium 4
Operasi digunakan
untuk mendiagnosa kanker Rahim dan menentukan tingkatnya, tetapi juga tahap
pertama pengobatan. Tujuannya adalah untuk menghapus sebanyak mungkin kanker.
Ini mungkin termasuk Rahim tunggal dan jaringan di dekatnya di tahap I. stadium
Pada tahap yang selanjutnya, mungkin perlu untuk mengangkat kedua indung telur,
bersama dengan rahim dan jaringan sekitarnya.
Pada umumnya pengobatan kanker rahim secara total tidak menggunakan
pengobatan oral. Tindakan yang diambil sudah pada fase tindakan langsung
seperti pembedahan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terhadap kecepatan
pertumbuhan tumor, usia penderita dan keadaan umum penderita. Pemilihan
tindakan akan tergantung pada ukuran tumor, stadium serta pengaruh hormone
terhadap pertumbuhan tumor. Pada tindakan ini biasanya penderita akan menjalani
hipersektomi (pengangkatan rahim). Otomatis kedua tuba falopii dan ovarium juga
akan ikut terangkat (salpingooforektomi bilateral) karena sel tumor akan
menyebar kea rah sana sehingga sel-sel dorman (tidak aktif) akan tertinggal dan
terangsang oleh estrogen yang dihasilkan ovarium. Kelenjar getah bening pun
akan ikut diangkat jika sudah ditemui sel-sel kanker. Kemungkinan besar jika
sel-sel kanker sudah menyerang kelenjar getah bening maka kanker sudah menyebar
ke bagian tubuh lain. Tetapi bila sel-sel kanker belum menyebar keluar lapisan
rahim, penderita tidak perlu menjalani pengobatan lain
2)
Radiasi
Radiasi
atau penyinaran digunakan untuk pembatasan cacat pada kanker serviks uteri
stadium lebih lanjut walaupun radiasi juga dapat digunakan untuk semua
jenis stadium (Harahap, 1984).
Terapi ini menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
kanker di daerah yang disinari. Terapi penyinaran ini biasanya dilakukan pada
stadium satu, dua atau tiga. Guna dari tindakan ini adalah memperkecil ukuran
tumor sebelum pembedahan dan membunuh sel-sel kanker setelah pembedahan. Penyinaran
pada rahim ada dua macam penyinaran yaitu radiasi eksternal yang menggunakan
mesin radiasi besar yang mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran ini
dilakukan lima kali dalam seminggu selama beberapa minggu. Penderita tidak
perlu opname karena pada penyinaran ini tidak mengandung zat radioaktif.
Penyinaran yang kedua disebut radiasi internal yang menggunakan selang kecil
yang mengandung zat radioaktif, selang tersebut dimasukan dalam vagina dan
didiamkan selama beberapa hari. Penderita diharuskan opname selama beberapa
hari.
3)
Terapi Hormonal dan Kemoterapi
Pada pengobatan ini digunakan zat yang mampu mencegah sampainya hormone
ke sel kanker dan mencegah pemakaian hormone oleh sel-sel kanker. Hormon bisa
menempel pada reseptor hormone dan menyebabkan perubahan dalam jaringan rahim.
Sebelum menjalani terapi ini harus melakukan tes reseptor hormone. Jika
jaringan memiliki reseptor kemungkinan penderita akan bereaksi terhadap terapi
hormonal. Terapi hormonal adalah terapi sistemik karena akan mempengaruhi
sel-sel dalam tubuh dan akan menggunakan pil progesterone. Terapi ini biasanya
dilakukan pada kanker rahim yang tidak memungkinkan menjalani pembedahan
ataupun penyinaran. Penderita yang kankernya sudah menyebar ke paru-paru atau
organ tubuh lainnya dan penderita kanker rahim yang kambuh kembali. Apabila
kanker telah menyebar dan tidak memberikan respon pada terapi hormonal akan
diberikan alternative obat kemoterapi lain seperti siklofosfamid, doksorubisin
dan sisplastin.
Kemoterapi
biasanya digunakan untuk terapi tambahan pada kanker serviks uteri stadium
lanjut. Dalam semua tahap
kanker Rahim, kemoterapi biasanya diberikan setelah operasi. Fase pengobatan menggunakan
obat untuk target dan membunuh kanker yang masih tersisa dalam tubuh.
Obat-obatan dapat diberikan melalui mulut, melalui infus, atau langsung ke
perut (kemoterapi intraperitoneal.) Wanita dengan tumor LMP biasanya tidak
perlu kemo kecuali tumor tumbuh kembali setelah operasi.
6.
Daftar
Pustaka
Anonim, 2012. Karsinoma servik
uetri. Diakses dari: https://www.google.co.id
Tanggal 17
Oktober 2014.
Anonim,
2012. Patofisiologi Kanker Endometrium. Diakses dari: http://infokankertumor.blogspot.com. Tanggal 18 Oktober 2014.
Depkes RI, 2014. Hilangkan Mitos Tentang Kanker. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal
14 Oktober 2014.
Muliani,
Hafiza, 2012. Makalah Kanker Rahim. Diakses
dari: http://hafizhamuliani.blogspot.com/2012/12/makalah-kanker- rahim.html. Tanggal 16 Oktober 2014.
Nop, 2010. Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Risiko. Diakses
dari: www.itokindo.org (free pdf: Manajemen Modern dan
Kesehatan Masyarakat). Tanggal 15
Oktober 2014.
Nasirudin,
2012. Hubungan Karakteristik individu dengan kejadian kanker serviks uteri pada penderita kanker
serviks uteri di Rumah Sakit Dokter Kariadi
tahun 2003”. Diakses dari: http://tulisan-nasiruddin- mm.blogspot.com. Tanggal 17 Oktober 2014.
Riskesdas,
2013. Prevalensi penyakit asma, PPOK, dan kanker menurut provinsi, Indonesia 2013. Diakses www.litbang.depkes.go.id tanggal 15 Juni 2014.
Siagian, WIF, 2012. Anatomi Serviks Uteri. Diakses
dari: https://www.google.co.id. Tanggal 19 Oktober 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar