Sabtu, 21 Februari 2015

TUGAS
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR
 (KANKER RAHIM)




DISUSUN OLEH :
        NAMA                 : AGUSFIAN TINANGGAL
                                                  FITRIATY
                                                  HASNIA MINGGU
                                                  I NYOMAN SUARTAWAN
                                                  KRISNAWATI                               
                   SEMESTER         : VII B
                   D. PEMBINA     : ERNI YUSNITA LALUSU, SKM. M.Kes

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK
T.A. 2014/2015


1.    LATAR BELAKANG
            Kanker rahim adalah kanker yang terjadi pada rahim uterus , suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu maasuk kearah rahim yang terletak antara (uterus) dengan liang senggama (vagina).   (yohanes R.1999). Kanker rahim adalah kanker ginekologik yang biasanya tumbuh kearah luar dan kearah dalam sehingga menimbulkan pembesaran rahim.(Derek,2002.68). Kanker rahim adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim (susternada.2007)
            Kanker rahim disebabkan oleh virus HPV atau Human papiloma Virus. Virus ini adalah jenis mikroorganisme dengan ukuran kecil yang menyerang kulit lewat infeksi. Infeksi inilah yang pada akhirnya menumbuhkan kutil.
2.    JENIS
a.    Ada 2 (dua) jenis kanker rahim, yaitu:
1)    Kanker selaput lendir (endometrial cancer)
2)    Kanker dari jaringan ikat rahim (sarcoma uteri)
Di Amerika, kanker selaput lendir rahim merupakan kanker yang sering terjadi pada alat kandungan. Kanker rahim jenis ini bermula tumbuh pada sel-sel dinding dalam (selaput lendir) uterus. Pada sarcoma uteri, sel kanker mulai tumbuh pada sel jaringan otot dan jaringan penyangga rahim. Sarcoma uterus merupaka sebagian kecil dari kanker rahim.

b.    Tingkat Dan Derajat Pertumbuhan Kanker Rahim
Stadium awal dibagi menjadi berbagai tahapan:
1)    Mulai dari karsinoma yang belum tumbuh menyusut
2)    Karsinoma in situ (CIS)
3)    Kanker leher rahim interaepithelia (CIN)
Kebanyakan kanker rahim merupakan sel gepeng yang terjadi dari epitel sebelah luar leher rahim adeno karsinom lebih banyak muncul diakhir saluran leher rahim.jika suatu kanker berkembang mudah terjadi luka karena radang akan menjadi borok yang mudah berdarah jika disentuh seperti terjadi pada hubungan seksual (perdarahaan kontak).


 Peluasan dan penyebaran dilaporkan menurut system TNM
       Stadium 1 : Kanker baru terdapat pada jaringan rahim
       Stadium 2 : Kanker sudah meliputi rongga rahim dan leher rahim                                     (serviks)
       Stadium 3 : Kanker sudah menyebar di luar rahim (serviks)
       Stadium 4 : Kanker sudah menyebar ke usus besar dan kandung                                   kencing. Kemudian sudah menyebar ke organ di luar                                       ronggga panggul seperti rongga perut dan organ lain yang                          lebih jauh seperti paru dan hati.

3.    PATOFISIOLOGIS
            Kanker rahim mencakup kanker rahim dan kanker endometrium. Kanker rahim sering terjadi akibat suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi galur-galur tertentu virus papiloma manusia (HPV) . kanker rahim paling sering timbul pada wanita yang memiliki banyak pasangan seksual atau yang pasangan seksualnya pernah memiliki banyak seksual lain.wanita yang terinfeksi , yang oleh HPV pada masa remajanya beresiko lebih besar mengidap kanker serviks mungkin berkaitan dengan tingginya tingkatan pembelahan sel di serviks selama masa tersebut saat terpajan virus. Karena lemampuan mukusa serviks untuk mengosentrasikan karsignogen yang terdapat didalam asap rokok , maka merokok dianggap sebagai sebagai suatu ko-faktor pembentukan kanker serviks,perubahan-perubahan pramaligna diserviks biasanya mendahului kanker serviks beberapa tahun sebelumnya. Perubahan pramsligns  yang disebut dysplasia, dapat dideketsi dan ditentukan stadiumnya dengan pemerikasan sitologi apusan serviks (smear papanicolaou atau pap test).
            Kanker endometrium adalah kanker yang terbentuk di dalam endometrium yang merupakan lapisan dalam halus rahim atau rahim. Rahim terletak di daerah panggul dan menyerupai bentuk sebuah pepaya atau buah pir. 90% dari semua kanker rahim yang terbentuk di endometrium. Kanker ini terutama mempengaruhi wanita yang telah melewati menopause. Mayoritas kasus pada perempuan berusia 55-70 tahun.
            Profesional medis tidak tahu persis apa yang menyebabkan kanker endometrium, tetapi telah dikaitkan dengan estrogen terlalu banyak, yang merupakan hormon wanita. Ini adalah ovarium yang memproduksi estrogen, tetapi mereka juga memproduksi hormon lain yang disebut progesteron yang membantu untuk menyeimbangkan estrogen. Kedua hormon harus seimbang, tetapi jika terlalu banyak estrogen yang diproduksi akan menyebabkan endometrium tumbuh, sehingga meningkatkan risiko kanker endometrium.
Ada faktor lain yang meningkatkan kadar estrogen dan salah satunya adalah obesitas. Jaringan lemak dalam tubuh juga memproduksi hormon estrogen. Pola makan dengan asupan tinggi lemak hewani, termasuk daging, susu, dan unggas, bersama dengan makanan olahan dan gula halus adalah nomor satu penyebab obesitas. Makanan ini harus dihindari terutama oleh mereka yang beresiko.
            Mereka yang berisiko adalah wanita yang telah melalui menopause, tidak punya anak, menderita diabetes, memiliki kanker payudara, atau sering mengkonsumsi makanan dengan lemak tinggi.
Tanda pertama kanker endometrium adalah perdarahan atau bercak. Pendarahan atau bercak mungkin tidak selalu hasil dari kanker, tetapi ide yang baik untuk segera memeriksakan ke dokter agar diperiksa lebih detail lagi.
            Gejala lain dari kanker endometrium adalah penurunan berat badan, kelelahan, nyeri panggul, kesulitan buang air kecil dan nyeri selama hubungan reksual.
            Jika tertangkap dalam tahap awal, kanker endometrium dapat disembuhkan, baik dengan obat konvensional atau penyembuhan alami.
Pengobatan konvensional memerlukan operasi, yang dikenal sebagai histerektomi. Sebuah histerektomi parsial adalah di mana hanya rahim akan dihapus, dan histerektomi total di mana ovarium dan tuba akan dihapus juga.
            Kanker rahim mempunyai periode inkubasi bertahun-tahun selama itu sel-sel abnormal muncul terkadang berkelompok dalam sarang-sarang sel atipsi ini juga dapat menghilang karena mati dan diganti oleh sel-sel normal.pada stadium lanjut pemulihan spontan ini sudah tidak memungkinkan lagi dan kelamaan berkembang suatu kanker dari dalamnya.

4.    FAKTOR RESIKO
            Faktor risiko terkena kanker rahim terutama berhubungan dengan banyaknya jumlah hormon estrogen dinding rahim yang terkena. Seseorang yang memiliki faktor risiko bukan berarti akan terkena kanker, sebaliknya tidak memiliki faktor risiko bukan berarti bahwa Anda tidak akan terkena kanker. Berikut ini beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kanker rahim:
a.    Keturunan
Kemungkinan seorang wanita dari kanker Rahim berkembang lebih tinggi jika kerabat dekat memiliki kanker Rahim, payudara, atau usus besar. Para peneliti percaya bahwa perubahan genetik yang diwariskan rekening untuk 10% dari kanker Rahim. Ini termasuk BRCA1 dan BRCA2 mutasi gen, yang berhubungan dengan kanker payudara. Wanita dengan riwayat keluarga yang kuat harus berbicara dengan dokter untuk melihat apakah lebih dekat tindak lanjut medis bisa membantu.
        Beberapa kasus kanker rahim disebabkan oleh perubahan gen tertentu, yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker rahim. Jika ada beberapa kerabat dekat dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker usus, payudara atau rahim, maka ada kemungkinan ada genetik diwariskan kepada generasi berikutnya. Kerabat dekat dalam hal ini mencakup orangtua, anak, saudara dan saudari.
b.    Usia
Faktor risiko terkuat untuk kanker Rahim adalah usia. Kemungkinan besar untuk berkembang setelah seorang wanita berjalan melalui menopause. Kanker uterus terutama menyerang wanita berusia 50 tahun keatas.
c.    Obesitas
Wanita obesitas memiliki risiko terkena dan tingkat kematian akibat kanker Rahim yang lebih tinggi, dibandingkan dengan wanita non-obesitas. Para wanita obesitas tampaknya memiliki risiko terbesar. Kelebihan berat badan merupakan salah satu faktor risiko yang dapat memicu kanker rahim. Setelah menopause, lemak tubuh adalah sumber utama estrogen. Wanita yang kelebihan berat badan mungkin memiliki tingkat estrogen yang tinggi. Satu dari tiga kanker rahim dapat disebabkan oleh kelebihan berat badan. Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa fisik yang kurang aktif dapat meningkatkan risiko kanker rahim.
d.    Faktor Reproduksi dan seksual
Faktor reproduksi dan seksual untuk terjangkit kanekr serviks meliputi penyakit menular seksual akibat Human Papiloma Virus, terutama tipe 16 dan 18 dan virus Herpes Simpleks(VHS), Human Immunodeficiency virus (HIV), usia pada saat berhubungan seksual yang pertama kali di bawah umur 18 tahun, usia pada saat kehamilan pertama (di bawah usia 20 tahun), jumlah kehamilan yang tinggi lebih dari 5 terbukti meningkatkan resiko kaker serviks atau kanker rahim, serta berhubungan dengan pria beresiko tinggi.
e.    Faktor Hormonal
Ketidakseimbangan hormon estrogen dengan hormon lain, yang disebut progesteron, dapat mempengaruhi risiko kanker rahim.
Sebelum menopause, ovarium memproduksi estrogen dan progesteron, yang membantu untuk mengendalikan siklus bulanan atau haid. Pada masa ini telur akan dilepaskan dari ovarium dan membuat dinding rahim tumbuh lebih tebal untuk mempersiapkan kehamilan.
Bila tidak terjadi pembuahan maka lapisan akan datang pergi setiap bulannya. Setelah menopause, ovarium tidak lagi memproduksi hormon, namun wanita masih menghasilkan beberapa estrogen dalam lemak tubuh mereka. Saat estrogen terlalu banyak tanpa adanya progesteron untuk menyeimbangkan itu, maka risiko kanker rahim pun meningkat.
f.     Merokok
Faktor resiko ini mula-mula terlihat dari pengamatan adanya hubungan antara kanker paru dengan kanker serviks uteri, sehingga timbul dugaan ada hubungan antara merokok dengan kanker serviks uteri. Diperkirakan produk dari tembakau ini diserap oleh selaput lendir saluran napas  dan kemudian melalui aliran darah sampai ke epitel serviks uteri. Hal  tersebut dibuktikan dengan adanya bahan seperti nikotin pada getah serviks uteri pada wanita perokok. Bahan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada  mendorong pertumbuhan ke arah kanker (Halimun, 1990). Wanita perokok beresiko 3-14 kali  lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok.
g.    Kebersihan Genitalia
Pada wanita yang jarang mandi atau kurang memperhatikan kebersihan genitalianya, bakteri patogen di vagina akan bertambah sehingga kemungkinan timbulnya penyakit menjadi lebih besar (Halimun, 1990).
h.    Umur Pertama Kali Menikah
Penelitian yang dilakukan oleh Achmad dkk (1985) mendapatkan bahwa kanker serviks uteri stadium lanjut lebih banyak terjadi pada wanita yang menikah lebih muda. Tambunan (1993) menggunakan variabel hubungan seksual pada umur muda sebab yang menjadi resiko adalah hubungan seksual pada umur muda.
Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bias berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
i.      Sosioekonomi
Keadaan sosioekonomi yang rendah meningkatkan resiko untuk terkena kanker serviks uteri (Kim, 1996). Keadaan sosioekonomi yang rendah kemungkinan  berkaitan dengan status gizi dan kekebalan tubuh. Sosioekonomi berhubungan dengan tekanan ekonomi sehingga jatuh ke dunia prostitusi, berhubungan dengan kebiasaan seksual, kebersihan genitalia, keadaan gizi yang penting dalam pembentukan imunitas tubuh dan sebagainya. Selain itu juga pendidikan merupakan variabel yang penting dalam sosioekonomi dan pendidikan berpengaruh terhadap kebiasaan higieni (Halimun, 1996). Corral dkk (1996) menyatakan bahwa pendidikan yang rendah merupakan salah satu factor resiko untuk mendapatkan kanker serviks uteri. Hal ini juga dinyatakan oleh Kim (1996) bahwa tingkat pendidikan yang rendah berhubungan secara signifikan dengan kejadian kanker serviks uteri.
Asupan zat gizi yang baik akan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Beberapa penelitian     menunjukkan bahwa asupan  zat gizi yang rendah seperti vitamin C dan      karoten serta kemungkinan juga    vitamin E dan folat berhubungan dengan peningkatan resiko kanker serviks uteri (Hempling, 1996).
j.      Jumlah pasangan Seksual
Resiko kanker serviks uteri dipengaruhi oleh jumlah pasangan seksual yang sering ditunjukan dengan jumlah pernikahan, pisah atau perceraian. Tidak diragukan bahwa jumlah pasangan seksual memiliki peranan  penting dalam etiologi kanker serviks uteri (Corral, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Achmad dkk (1995) mendapatkan kanker serviks uteri stadiun lanjut lebih banyak pada wanita yang menikah lebih dari dua kali.
k.    Paritas
Kanker serviks uteri sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering melahirkan maka semakin besar mendapatkan kanker serviks uteri. Kategori paritas sering belum ada keseragaman.  Pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa wanita dengan anak lebih dari 4 akan mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita kanker serviks uteri (Tambunan, 1993).
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker serviks. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker serviks.
l.      Penggunaan antiseptik.
Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
m.  Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama
Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker serviks karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi epidemiologis tentang hubungan antara kanker serviks dan penggunaan kontrasepsi oral.
Metode kontrasepsi oral merupakan faktor resiko untuk mendapatkan kanker serviks uteri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang akan meningkatkan resiko mendapatkan kanker serviks uteri. Sebaliknya, kontrasepsi jenis kondom dan diafragama dapat memberikan perlindungan (Corral, dkk1996).
Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap risiko kanker serviks masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai p > 0,05.

5.    Penanggulangan/Pencegahan Kanker Serviks Uteri
            Penanggulangan kanker serviks uteri dengan pencegahan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan  tersier. Pencegahan  kanker dapat didefinisikan  sebagai pengidentifikasian  faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kanker dan membuat sebab-sebab tersebut tidak efektif dengan cara apapun (Sjamsuddin, 1998). Strategi kesehatan masyarakat dalam mencegah kematian kerena kanker serviks uteri antara lain adalah dengan pencegahan primer (menurunkan resiko) dan pencegahan sekunder (Skrining dan penyediaan follow-up yang tepat).
a.    Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah  pencegahan  sebelum terjadinya kanker. Pencegahan primer merujuk pada kegiatan dan langkah  yang dilakukan oleh setiap orang untuk menghindarkan diri dari factor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker. Pencegahan pada tingkat ini menurunkan potensi untuk menurunkan angka kematian. Seseorang yang mendapat pencegahan pada tingkat ini  akan bebas dari penderitaan, keutuhan keluarga tidak terganggu, produktivitas berjalan terus, tidak memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi dan perawatan lebih lanjut. Terdapat cukup bukti yang diperolehdari variasi insidens kanker di berbagai golongan masyarakat, negara dan waktu yang berkaitan, bahwa di banyak negara adalah mungkin untuk mencegah kanker sebanyak 80%. Dalam hal ini masyarakat perlu menerima dan melaksanakan perilaku sehat yang berkaitan dengan upaya pencegahan kanker (Sjamsuddin, 1993).
Pola hidup sehat dapat dilakukan dengan membiasakan atau menanamkan kebiasaan makan makanan yang bergizi tinggi agar daya tahan tubuh tinggi, menghindari merokok, perilaku seks yang sehat, menjaga kebersihan genetalia yang besar pengaruhnya terhadap penurunan jumlah bakteri di dalam vagina, perhatian terhadap kebersihan genitalia pria terutama yang tidak sunat, dan olah raga agar tetap sehat (Sjamsuddin, 1998).

Vaksin kanker pada awal perkembangannya dimulai dari lisan tumor sendiri, kemudian berkembang dengan sasaran tumor associated antigen, yaitu molekul yang diekspresikan oleh tumor dan tidak oleh sel normal. Selanjutnya digunakan peptida atau DNA sebagai antigen. Antigen DNA biasanya lemah dan untuk memperkuat potensi imunogeniknya dilakukan dengan dikembangkan suatu vaksin yang didasarkan pada mekanisme kerja virus neuralising antibodi terhadap protein kapsid yang bersifat mencegah terhadap infeksi HPV.
Imunodominant neutralising epitopes terlokalisasi pada protein kapsid L1, yang kemudian bergabung menjadi suatu kapsid yang kosong atau virus like particle yang secara bentuk dan antigenik sangat identik dengan virion aslinya. Kemudian dengan bantuan teknologi yang canggih, dikembangkan suatu HPV L1 VLP subunit vaksin. berbagai rekayasa. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dengan diketahuinya infeksi HPV sebagai penyebab kanker serviks, maka terbuka peluang untuk menciptakan vaksin dalam upaya pencegahan kanker serviks. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1)    Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung dari infeksi HPV.
2)    Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
b.    Pencegahan Sekunder
Pencegahan kanker serviks uteri dilakukan dengan deteksi dini dan skrining kanker serviks uteri yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Pap smear merupakan upaya pendeteksian dini kanker serviks uteri. Pap smear adalah  suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada sel tersebut. Perubahan sel-sel leher rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan beberapa tindakan pengobatan sebelum sel-sel tersebut berkembang menjadi kanker. Manfaat skrining terbukti dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks uteri. Di negara-negara Skandinavia yang sudah melakukan program skrining sejak pertengahan tahun enam puluhan, angka kematian kanker serviks uteri turun 50-60% dalam periode 1965-1969 dan 1975-1978, sedangkan di Kanada insidens turun dari 28,4 menjadi 6,9 per 100.000 wanita dan mortalitas turun dari 11,4 menjadi 3,3 per 100.000 wanita selama 20 tahun program skrining (Harahap, 1984).
Mendiagnosa kanker rahim Tes pencitraan, seperti USG atau CT scan (terlihat di sini), dapat membantu mengungkapkan massa Rahim. Tapi scan ini tidak dapat menentukan apakah kelainan kanker. Jika dicurigai kanker, langkah berikutnya biasanya pembedahan untuk mengangkat jaringan yang mencurigakan. Sampel tersebut kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ini disebut biopsi. Kadang sampel yang diambil dengan jarum juga dapat digunakan untuk diagnosis.
c.    Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah komplikasi penyakit dan atau pengobatan sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosa sudah ditegakkan. Tindakan pengobatan kanker serviks uteri secara umum ada 3 macam, yaitu tindakan operasi dengan pembedahan, radiasi dan kemoterapi.
1)    Operasi
Pada karsinoma insitu dan kanker serviks uteri mikroinvasif, tumor dibuang dengan cara konisasi, koagulasi atau histeroktomi. Operasi radikal merupakan pilihan pada kanker serviks uteri yang masih operabel atau awal, yaitu kanker serviks uteri  invasif stadium I sampai stadium IIA ( Harahap, 1984).
Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan operasi, antara lain:
a)    Pengangkatan rahim (histerektomi). Pengangkatan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa kanker rahim menyebar ke ovarium dan saluran tuba falopii pada stadium awal kanker. Dengan pengangkatan ovarium, produksi hormone estrogen menjadi berhenti, sedangkan hormone estrogen berefek merangsang pertumbuhan sel kanker rahim. Operasi melalui rongga perut lebih disenangi daripada operasi pembedahan rahim melalui vagina, karena operasi pembedahan melalui perut bisa sekaligus memeriksa rongga perut apakah kanker sudah menyebar ke kelenjar limfa perut atau organ dalam rongga perut.
b)    Operasi digabung dengan obat kimiawi (kemoterapi) terutama pada kanker rahim stadium 3 dan stadium 4
Operasi digunakan untuk mendiagnosa kanker Rahim dan menentukan tingkatnya, tetapi juga tahap pertama pengobatan. Tujuannya adalah untuk menghapus sebanyak mungkin kanker. Ini mungkin termasuk Rahim tunggal dan jaringan di dekatnya di tahap I. stadium Pada tahap yang selanjutnya, mungkin perlu untuk mengangkat kedua indung telur, bersama dengan rahim dan jaringan sekitarnya.
Pada umumnya pengobatan kanker rahim secara total tidak menggunakan pengobatan oral. Tindakan yang diambil sudah pada fase tindakan langsung seperti pembedahan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terhadap kecepatan pertumbuhan tumor, usia penderita dan keadaan umum penderita. Pemilihan tindakan akan tergantung pada ukuran tumor, stadium serta pengaruh hormone terhadap pertumbuhan tumor. Pada tindakan ini biasanya penderita akan menjalani hipersektomi (pengangkatan rahim). Otomatis kedua tuba falopii dan ovarium juga akan ikut terangkat (salpingooforektomi bilateral) karena sel tumor akan menyebar kea rah sana sehingga sel-sel dorman (tidak aktif) akan tertinggal dan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan ovarium. Kelenjar getah bening pun akan ikut diangkat jika sudah ditemui sel-sel kanker. Kemungkinan besar jika sel-sel kanker sudah menyerang kelenjar getah bening maka kanker sudah menyebar ke bagian tubuh lain. Tetapi bila sel-sel kanker belum menyebar keluar lapisan rahim, penderita tidak perlu menjalani pengobatan lain
2)    Radiasi
Radiasi atau penyinaran digunakan untuk pembatasan cacat pada kanker serviks uteri stadium lebih lanjut  walaupun radiasi juga dapat digunakan untuk semua jenis stadium (Harahap, 1984).
Terapi ini menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker di daerah yang disinari. Terapi penyinaran ini biasanya dilakukan pada stadium satu, dua atau tiga. Guna dari tindakan ini adalah memperkecil ukuran tumor sebelum pembedahan dan membunuh sel-sel kanker setelah pembedahan. Penyinaran pada rahim ada dua macam penyinaran yaitu radiasi eksternal yang menggunakan mesin radiasi besar yang mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran ini dilakukan lima kali dalam seminggu selama beberapa minggu. Penderita tidak perlu opname karena pada penyinaran ini tidak mengandung zat radioaktif. Penyinaran yang kedua disebut radiasi internal yang menggunakan selang kecil yang mengandung zat radioaktif, selang tersebut dimasukan dalam vagina dan didiamkan selama beberapa hari. Penderita diharuskan opname selama beberapa hari.
3)    Terapi Hormonal dan Kemoterapi
Pada pengobatan ini digunakan zat yang mampu mencegah sampainya hormone ke sel kanker dan mencegah pemakaian hormone oleh sel-sel kanker. Hormon bisa menempel pada reseptor hormone dan menyebabkan perubahan dalam jaringan rahim. Sebelum menjalani terapi ini harus melakukan tes reseptor hormone. Jika jaringan memiliki reseptor kemungkinan penderita akan bereaksi terhadap terapi hormonal. Terapi hormonal adalah terapi sistemik karena akan mempengaruhi sel-sel dalam tubuh dan akan menggunakan pil progesterone. Terapi ini biasanya dilakukan pada kanker rahim yang tidak memungkinkan menjalani pembedahan ataupun penyinaran. Penderita yang kankernya sudah menyebar ke paru-paru atau organ tubuh lainnya dan penderita kanker rahim yang kambuh kembali. Apabila kanker telah menyebar dan tidak memberikan respon pada terapi hormonal akan diberikan alternative obat kemoterapi lain seperti siklofosfamid, doksorubisin dan sisplastin.
Kemoterapi biasanya digunakan untuk terapi tambahan pada kanker serviks uteri stadium lanjut. Dalam semua tahap kanker Rahim, kemoterapi biasanya diberikan setelah operasi. Fase pengobatan menggunakan obat untuk target dan membunuh kanker yang masih tersisa dalam tubuh. Obat-obatan dapat diberikan melalui mulut, melalui infus, atau langsung ke perut (kemoterapi intraperitoneal.) Wanita dengan tumor LMP biasanya tidak perlu kemo kecuali tumor tumbuh kembali setelah operasi.


















6.    Daftar Pustaka


Anonim, 2012. Karsinoma servik uetri. Diakses dari: https://www.google.co.id
            Tanggal 17 Oktober 2014.
            Anonim, 2012. Patofisiologi Kanker Endometrium. Diakses dari:                                          http://infokankertumor.blogspot.com. Tanggal 18 Oktober 2014.
Depkes RI, 2014. Hilangkan Mitos Tentang Kanker. http://www.depkes.go.id.        Diakses tanggal 14 Oktober 2014.
            Muliani, Hafiza, 2012. Makalah Kanker Rahim.             Diakses dari:                                                 http://hafizhamuliani.blogspot.com/2012/12/makalah-kanker-                                                rahim.html. Tanggal 16 Oktober 2014.
            Nop, 2010. Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Risiko. Diakses                    dari: www.itokindo.org (free pdf: Manajemen Modern dan                                        Kesehatan Masyarakat). Tanggal 15 Oktober 2014.

Nasirudin, 2012. Hubungan  Karakteristik  individu dengan kejadian kanker         serviks uteri pada penderita kanker serviks uteri di Rumah Sakit Dokter    Kariadi tahun 2003”. Diakses dari: http://tulisan-nasiruddin-    mm.blogspot.com. Tanggal 17 Oktober 2014.

Riskesdas, 2013. Prevalensi penyakit asma, PPOK, dan kanker menurut provinsi, Indonesia 2013. Diakses www.litbang.depkes.go.id tanggal 15    Juni 2014.
            Siagian, WIF, 2012. Anatomi Serviks Uteri. Diakses dari:                                                        https://www.google.co.id. Tanggal 19 Oktober 2014.




 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar